Merah

Sabtu, 07 Desember 2013

A. Kedatangan dan Penyebaran Islam di Indonesia
Pada abad ke-1 hingga ke-7 M, pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa sering disinggahi pedagang asing, seperti Pelabuhan Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra serta Pelabuhan Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.

Cikal bakal keberadaan Islam di Nusantara telah dirintis pada periode abad ke-1 hingga ke-5 H atau abad ke-7 hingga ke-8 M. Pada periode ini, para pedagang dan mubalig membentuk komunitas Islam. Para mubalig memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat tentang Islam. Ajaran-ajaran Islam tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Islam mengajarkan toleransi terhadap sesama manusia, saling menghormati dan tolong menolong.
2. Islam mengajarkan bahwa dihadapan Allah, derajat semua manusia sama, kecuali takwanya.
3. Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, dan mengharamkan manusia saling berselisih, bermusuhan, merusak, dan saling mendengki.
4. Islam mengajarkan agar manusia menyembah hanya kepada Allah dan tidak menyekutukannya serta senantiasa setiap saat berbuat baik terhadap sesama manusia tanpa pilih kasih.

Ajaran Islam ini sangat menarik perhatian penduduk Indonesia. Dengan demikian, dakwah dan pengaruh Islam makin meluas, baik di kalangan masyarakat biasa, maupun bangsawan atau penguasa.

Proses Islamisasi diperkirakan sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Di Aceh, kerajaan Islam Samudra Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13 M sehingga perkembangan masyarakat muslim di Malaka semakin pesat. Ibnu Batutah menceritakan, Sultan Kerajaan Samudra Pasai, Sultan Al Malik Az Zahir dikelilingi oleh ulama dan mubalig Islam.

Sementara itu di Jawa proses penyebaran Islam sudah berlangsung sejak abad ke-11 M dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang bertahun 475 H/1082 M.
Pengaruh Islam yang masuk ke Indonesia bagian timur, terutama Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang sepanjang pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku.

Menurut Tome Pires, masyarakat yang masuk Islam di Maluku dimulai kira-kira tahun 1460-1465 M. Mereka datang dan menyebarkan pembelajaran Islam melalui perdagangan, dakwah, dan perkawinan.

Sulawesi, terutama bagian selatan, sejak abad 15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang muslim yang kemungkinan berasal dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Pada abad ke-16 di daerah Goa sebuah kerajaan terkenal di daerah itu telah terdapat masyarakat muslim.

B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan
1. Ilmu-ilmu Keagamaan
Perjuangan itu dilakukan, diberbagai aspek antara lain pendidikan, kesehatan, dakwah, sosial, politik hingga teknologi. Setidaknya ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama dalam menumbuhkembangkan ajarannya yaitu sebagai berikut :
a. Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai mubalig ke daerah-daerah yang lebih luas.
b. Melalui karya-karya tulisan yang tersebar dan dibaca di seluruh Nusantara. Karya-karya itu mencerminkan perkembangan pemikiran dan ilmu-ilmu agama di Indonesia pada masa itu.

Ilmuwan-ilmuwan muslim di Indonesia tersebut, antara lain :
a. Hamzah Fansuri (sufi) dari Sumatera Utara. Karyanya yang berjudul Asrar Al Arifin fi Bayan ila Suluk wa At Tauhid.
b. Syamsuddin As Sumatrani dengan karyanya berjudul Mir’atul Mu’min (Cermin Orang Beriman).
c. Nurrudin Ar Raniri, yaitu seorang yang berasal dari India keturunan Arab Quraisy Hadramaut. Karya-karyanya meliputi ilmu fikih, hadis, akidah, sejarah, dan tasawuf yang diantaranya adalah As Sirat Al Mustaqim (hukum), Bustan As Salatin (sejarah), dan Tibyan fi Ma’rifat Al Adyan (tasawuf).
d. Abdul Muhyi yang berasal dari Jawa. Karyanya adalah kitab Martabat Kang Pitu (Martabat yang Tujuh).
e. Sunan Bonang dengan karyanya Suluk Wijil
f. Ronggowarsito dengan karyanya Wirid Hidayat Jati
g. Syekh Yusuf Makasar dari Sulawesi (1629-1699 M). Karya-karyanya yang belum diterbitkan sekitar 20 buah yang masih berbentuk naskah.
h. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1812 M) seorang ulama produktif yang menulis kitab sabitul Muhtadil (fikih).
i. Syekh Nawawi Al Bantani yang menulis 26 buah buku diantaranya yang terkenal Tafsir Al Muris
j. Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau (1860-1916 M)

2. Arsitektur Bangunan
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau memiliki penduduk yang juga terdiri dari beragam suku, bangsa, adat, kebiasaan dan kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu perbedaan latar belakang tersebut, arsitektur bangunan-bangunan Islam di Indonesia tidak sama antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Beberapa hasil seni bangunan pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia antara lain. Masjid-masjid kuno di Demak, Sandang Duwur Agung di Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten dan Masjid Baiturahman di Aceh.

Beberapa masjid masih memiliki seni masih memiliki seni bangunan yang menyerupai bangunan merupai pada zaman Hindu. Ukiran-ukiran pada mimbar, hiasan lengkung pola kalamakara, mihrab dan bentuk mastaka atau memolo menunjukkan hubungan yang erat dengan kebudayaan agama Hindu, seperti Masjid Sendang Duwur.

C. Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan, Masa Kemerdekaan dan Masa Perkembangan
1. Masa penjajahan
Jauh sebelum Belanda masuk ke Indonesia, sebagian besar masyarakat Nusantara telah memeluk agama Islam yang ajarannya penuh kedamaian, saling menghormati, dan tidak bersikap buruk sangka terhadap bangsa asing. Semula bangsa asing seperti Portugis dan Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang, tetapi dalam perkembangan selanjutnya niat itu berubah menjadi keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai koloni di bawah kekuasaan dan jajahannya. Portugis berhasil meluaskan wilayah dagangnya dengan menguasai Bandar Malaka di tahun 1511 sehingga akhirnya mereka dapat masuk ke Maluku, Ternate dan Tidore.

Portugis juga mematikan aktivitas perdagangan kaum muslim Indonesia di daerah lainnya seperti Demak. Pada tahun 1527 M, Demak di bawah pimpinan Fatahillah berhasil menguasai Banten. Banten dan Aceh kemudian menjadi pelabuhan yang ramai menggantikan Bandar Malaka.

Dilandasi semangat tauhid dan hasil pendidikan yang diperoleh dari pesantren menyebabkan semakin bertambahnya kader pemimpin dan ulama yang menjadi pengayom masyarakat. Kaum bangsawan dan kaum adat yang semula tidak memahami niat para ulama untuk mempertahankan Indonesia dari cengkeraman penjajah secara perlahan bersatu padu untuk mempertahankan Nusantara dari ekspansi Belanda.

Contoh perlawanan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut antara lain:
1. Tuanku Imam Bonjol melalui Perang Paderi (1821-1837) di Sumatera Barat.
2. Pangeran Diponegoro (1815-1838) melalui Perang Diponegoro di Jawa Tengah.
3. Perang Aceh (1873-1904) di bawah pimpinan Panglima Pilom, Teuku Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Cut Nyak Din.